Salam dari Bima (Part 1)
Semester 6, tak terasa semester 6 sudah saya
lalui. Dan di penghujung semester ini, sudah saatnya saya untuk melaksanakan
salah satu program kampus yakni Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kuliah Kerja Nyata
(KKN) merupakan bentuk kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh kami
para mahasiswa sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat dan kampus kami.
Mungkin sebagian orang bertanya-tanya untuk apa ada KKN? Atau bahkan sebagian
dari mereka tidak menginginkan adanya KKN. Namun bagi saya, inilah moment yang
sangat saya tunggu. Tidak semua kampus berkesempatan untuk menjalankan program
KKN ini, dan tidak semua kampus juga memberikan izin kepada mahasiswanya untuk
melaksanakan program KKN di pelosok negeri. Seharusnya KKN bukan hanya
dipandang sebagai program pemenuh sks saja, namun lebih dari itu dapat
dijadikan moment bagi para mahasiswa untuk benar-benar terjun ke lapangan, mengabdi
kepada masyarakat, berbagi dan menerapkan apa yang telah didapatkan selama
duduk di bangku perkuliahan serta dapat dimaknai sebagai kontribusi kecil
mahasiswa dalam upaya membangun negeri.
Berdasarkan pemikiran tersebut, saya memutuskan
untuk memilih daerah KKN diluar Pulau Jawa, mengingat belum meratanya tingkat
kesejahteraan di beberapa daerah luar Jawa. “Mengapa luar Jawa? Bagaimana
izinnya? Sudah siap dengan segala resiko disana?” pertanyaan yang selalu muncul
ketika saya mulai memutuskan hal ini. Namun berkat dukungan orang-orang sekitar
dan izin orang tua, saya bisa mempertahankan keputusan tersebut. Saya terlalu
bersemangat untuk memilih daerah diluar Jawa karna ini akan menjadi perjalanan
pertama saya keluar Jawa untuk mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat
disana. Selain itu, akan banyak hal baru yang akan saya rasakan ketika saya
memutuskan KKN diluar Jawa, karna ini juga merupakan salah satu mimpi yang
ingin saya realisasikan. Setelah beberapa pertimbangan, saya memutuskan untuk
memilih Bima, Nusa Tenggara Barat sebagai daerah tempat mengabdi saya karna saya
sangat tertarik dengan sisi kehidupan Indonesia di bagian Timur.
![]() |
Pertemuan Perdana KKN UNS Bima 2019 |
Cerita awal dimulai sekitar bulan Maret 2019,
dimana saya mulai bergabung dalam Tim KKN UNS Bima 2019. Bertemu 19 orang
berbeda, dengan latar belakang pendidikan yang berbeda pula, terdiri dari Saya,
Bian, Adit (FH), Mas Dawin, Bagas, Rahayu, Alan, Dio, Oca (FKIP), Hime, Ale
(FMIPA), Fira, Almas (FK), Resa (FIB), Dana, Ibra (FP), dan Septi, Fuad, Poy,
Nevi (FEB). Tak mudah memang menyatukan 20 kepala dengan pemikiran yang berbeda,
kami membutuhkan waktu untuk memahami satu sama lain. Namun setelah 4 bulan
berjalan, setelah kami melewati banyak perjuangan untuk bekal kami berangkat,
mulai dari danusan harian, garage sale mingguan, danusan di bulan Ramadhan, serta
rapat rutin mingguan, yang membuat kami menjadi lebih dekat satu sama lain dan dapat
menyatukan perbedaan yang ada diantara kami. Tak terasa sudah banyak hal yang
kami lewati bersama sebelum KKN dimulai, yang membuat kami semakin memaknai
bahwa kami memiliki tujuan yang sama, dan bagaimana caranya kami harus berjuang
agar bisa berangkat ke desa tujuan, mengingat daerah tempat KKN kami cukup jauh
dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
![]() |
Garage Sale Mingguan |
![]() |
Danusan di Bulan Ramadhan |
![]() |
Rapat Mingguan |
![]() |
Pembekalan KKN Pertama |
Hingga tiba saatnya Selasa, 9 Juli 2019, hari
dimana kami harus berangkat ke daerah tempat KKN. Setelah beberapa pertimbangan
dan melihat biaya yang kami miliki pada saat itu, kami memutuskan untuk
menempuh perjalanan menuju Bima, Nusa Tenggara Barat melalui jalur darat yang
disambung dengan jalur laut. Kami memutuskan untuk menggunakan transportasi bus
dengan waktu tempuh sekitar 3 hari. Perjalanan kami mulai dari Terminal
Tirtonadi, pukul 05.00 WIB. Kami semua berkumpul untuk memulai perjalanan
Solo-Surabaya yang harus ditempuh sekitar 5 jam perjalanan. Sekitar pukul 10.00
WIB kami tiba di Terminal Purbaya, Surabaya. Sambil menunggu bus yang akan
membawa kami dari Surabaya menuju Bima, kami menyempatkan untuk beristirahat
sejenak dan mengisi perut.
![]() |
Terminal Purbaya, Surabaya |
Setelah beberapa jam berlalu, sekitar pukul 14.00
WIB bus kami pun tiba. Selanjutnya, kami langsung menuju Banyuwangi untuk
menyeberang dari Pelapuhan Ketapang menuju Gilimanuk, Bali. Perjalanan
Surabaya-Banyuwangi kami tempuh dengan jangka waktu yang cukup lama, hingga
sekitar pukul 00.00 WIB kami tiba di Pelapuhan Ketapang dan bersiap untuk
menyeberang ke Bali. Perjalanan dari Pelabuhan Ketapang menuju Bali kami tempuh
hanya sekitar 1 jam melalui jalur laut. Ini menjadi moment yang saya tunggu,
dimana saya akan menaiki kapal untuk pertama kalinya. Antara bersemangat dan
sedikit takut dengan rasa mual yang mungkin timbul saat perjalanan. Namun saya
masih bisa mengantisipasi hal tersebut, mengingat perjalanan menuju Bali kami
tempuh di malam hari dengan jarak yang tidak begitu jauh.
![]() |
Padang Bai, Bali |
Rabu, 10 Juli 2019, sekitar pukul 01.00 WITA
kami sudah menginjakkan kaki di Pelabuhan Gilimanuk, Bali dan segera
melanjutkan perjalanan selanjutnya yaitu menuju Padang Bai untuk menyeberang ke
Pulau Lombok. Perjalanan dari Bali menuju Lombok kami mulai sekitar pukul 07.00
WITA dan membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 6-8 jam. Disaat inilah rasa mual
kami mulai diuji, dimana setelah 3 jam berjalan, gelombang laut semakin besar
dan terpaan angin semakin kencang pula. Dalam hati saya berkata “ternyata
seperti ini rasa mual saat menaiki kapal”, rasa penasaran saya terjawab sudah
haha. Kami menutupi rasa mual kami dengan tidur dan beristirahat agar tidak
terlalu terasa selama perjalanan. Hingga tiba saatnya kami berlabuh di Pelabuhan
Lembar, Lombok Barat sekitar pukul 14.00 WITA.
![]() |
Pelabuhan Lembar, Lombok Barat |
Kegiatan kami lanjutkan dengan
makan siang di terminal Lombok sebelum melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Kayangan,
Lombok Timur untuk menyeberang kembali ke Pulau Sumbawa. Perjalanan menuju
Pelabuhan Kayangan kami tempuh sekitar 2 jam, hingga tiba pukul 17.00 WITA kami
telah sampai di Pelabuhan Kayangan untuk melakukan penyeberangan terakhir. Kami
sangat menikmati pemandangan sore hari di Pelabuhan Kayangan, dimana sangat
jelas terlihat salah satu gunung dengan puncak tertinggi di Indonesia, gunung
yang sampai saat ini masih saya impikan, yaa Gunung Rinjani. Gunung dengan
ketinggian 3.726 mdpl ini tampak kokoh bediri dari kejauhan. Semoga suatu saat
nanti, saya masih diberi kesempatan
untuk benar-benar menyapamu Dewi Anjani.
![]() |
Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur
|
Sekitar pukul 18.30 WITA kami sudah berada diatas
kapal dan bersiap untuk menyeberang kembali. Sekali lagi kami menempuh
perjalanan di malam hari, beruntungnya kami karna kali ini ombak tidak terlalu
besar dan kapal yang kami gunakan adalah kapal ferry. Kami mencari tempat
kosong untuk beristirahat dan mengisi perut. Tak lupa juga kami berkumpul
bersama teman-teman untuk sekedar berbagi cerita tentang pengalaman hidup,
dibawah langit malam yang dihiasi bintang yang sangat jelas terlihat karna tak
ada cahaya disekitar kami selain dari kapal yang kami naiki. Benar-benar
menjadi kenangan pembuka yang indah bagi saya. Hingga sekitar pukul 22.00 WITA
kami berlabuh di Pelabuhan Pototano, Sumbawa.
![]() |
Diatas Kapal Ferry, menuju Sumbawa |
Kami pun melanjutkan
perjalanan menuju Bima sekitar 6 jam perjalanan melalui jarut darat. Jalan
menuju Bima cukup ekstrim, dimana track yang kami lewati sangat berliku dan
semakin menanjak. Tak sedikit dari kami yang merasa mual dan memilih tidur untuk
mengalihkan rasa mual itu. Hingga sekitar pukul 04.00 WITA kami sampai di Kota
Bima. Sungguh perasaan yang luar biasa dalam hati saya, siapa sangka saya telah
benar-benar sampai disini. Rasa lelah setelah melewati 3 hari perjalanan seakan
sirna ketika saya menginjakkan kaki di bumi Sumbawa ini.
Sebelum menuju desa tempat kami mengabdi, dari
jauh-jauh hari kami sudah berencana untuk mengunjungi rumah salah satu rekan KKN
kami yang memang asli orang Bima (Alan). Setelah tiba dititik kumpul, kami
dijemput oleh ayahnya (Alan) untuk diarahkan menuju rumahnya yang memang berada
di Kota Bima. Yang menarik adalah, kami menempuh perjalanan menggunakan mobil
pick up! Yaa! Pick up terbuka! Dimana saat itu waktu masih menunjukkan pukul
04.00 WITA, udara dingin pun tak mungkin kami elaki. Namun kami sangat
menikmati setiap sudut Kota Bima yang dilewati. Tak perlu waktu lama bagi kami untuk
sampai dirumah (Alan), karna memang jaraknya yang tidak terlalu jauh. Sesampainya
dirumah (Alan) kami memanfaatkan waktu untuk beristirahat sejenak dan mengisi
perut. Hingga tiba pukul 06.00 WITA kami pamit untuk melanjutkan perjalanan
menuju Desa Nunggi, desa tempat kami mengabdi. Perjalanan menuju Nunggi memakan
waktu kurang lebih 2 jam dan kami masih menggunakan mobil pick up sebagai
transportasi kami. Sepanjang perjalanan, kami dibuat terkagum-kagum oleh
keindahan alam Bima, pemandangan matahari terbit dari ufuk timur sangat jelas
terlihat dan mengiringi perjalanan kami menuju Nunggi. Monyet-monyet liar yang
tiba-tiba menghampiri mobil seakan-akan menyambut kedatangan kami disini.
Sampai akhirnya kami tiba disebuah gapura
bertuliskan “Selamat Datang di Desa Nunggi”. Rasa antusias pun menyelimuti
kami, tak lupa kami menebar senyum serta sapaan “Lembo Ade” kepada setiap warga
yang kami lewati. Lembo Ade adalah salah satu kata yang paling sering diucapkan
oleh orang-orang Bima. “Lembo” diartikan sebagai lapang, luas, tinggi, besar,
sabar. Sedangkan “Ade” diartikan sebagai hati atau kewibawaan. Secara garis
besar, “Lembo Ade” dapat diartikan sebagai ucapan pengobat hati. Setelah itu
kami disambut terlebih dahulu oleh para warga dan para perangkat Desa Nunggi
untuk selanjutnya diarahkan ke posko kami yang berada tak teralu jauh dari
Kantor Desa Nunggi.
![]() |
Gapura Desa Nunggi |
![]() |
Posko KKN UNS Bima 2019 |
Sumber: https://id.wikipedia.org
Komentar
Posting Komentar